BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia sebagai
makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan
akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup
manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia
yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang
berhak menyandang gelar manusia berbudaya.
Pendidikan sebagai hasil kebudayaan
haruslah dipandang sebagai motivator terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Selain
itu pendidikan haruslah memberikan kontribusi terhadap kebudayaan, agar
kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri
khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa
kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari
suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan
kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu
bangsa.
1.2. Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah :
- Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Budaya Dasar
- Untuk mengetahui mengapa manusia disebut
sebagai makhluk yang berbudaya
- Untuk mengetahui perwujudan masyarakat
Indonesia sebagai makhluk yang berbudaya.
1.3. Rumusan
Masalah
Dengan
memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh
hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa rumusan
masalah. Rumusan masalah itu adalah:
1.
Mengapa manusia disebut
sebagai makhluk yang berbudaya?
2.
Apakan definisi manusia
dan budaya?
3.
Bagaimanakah
perwujudan masyarakat Indonesia
sebagai makhluk yang berbudaya?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Manusia
sebagai Makhluk yang Berbudaya
Manusia disebut sebagai makhluk yang
berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya
untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu
hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu
berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang
gelar manusia berbudaya.
Manusia juga
akan mulai berpikir tentang bagaimana caranya menggunakan hewan atau binatang
untuk lebih memudahkan kerja manusia dan menambah hasil usahannya dalam
kaitannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Manusia sangat mempunyai
hasrat yang tinggi apabila dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain. Hasrat
untuk selalu menambah hasil usahanya guna mempermudah lagi perjuangan hidupnya
menimbulkan perekonomian dalam lingkungan kerja sama yang teratur. Hasrat
disertai rasa keindahan menimbulkan kesenian. Hasrat akan mengatur kedudukannya
dalam alam sekitarnya, dalam menghadapai tenaga-tenaga alam yang beraneka ragam
bentuknya dan gaib, menimbulkan kepercayaan dan keagamaan. Hasrat manusia yang
selalu ingin tahu tentang segala sesuatu disekitarnya menimbulkan ilmu
pengetahuan.
Ada hakekatnya kebudayaan mempunyai dua segi, bagian yang tidak
dapat dilepaskan hubungannya satu sama lain yaitu segi kebendaan dan segi
kerohanian. Segi kebendaan yaitu meliputi segala benda buatan manusia sebagai
perwujudan dari akalnya, serta bisa diraba. Segi kerohanian terdiri atas alam
pikiran dan kumpulan perasaan yang tersusun teratur. Keduanya tidak bisa
diraba.
2.2 Pengertian Manusia dan Budaya
Manusia
(Human)
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari
segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia
diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah
spesies primata dari
golongan mamaliayang dilengkapi otak berkemampuan
tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang
bervariasi di mana, dalamagama, dimengerti dalam
hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga
seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka
dalam masyarakatmajemuk serta
perkembangan teknologinya, dan terutama
berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk
dukungan satu sama lain serta pertolongan.
·
Manusia sebagai makhluk raga dan jiwa
Atas dasar tinjauan manusia sebagai makhluk monodualisme, maka
pendidikan akan menyelaraskan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan baik yang
menyangkut kebutuhan-kebutuhan jasmaniah maupun kebutuhan rohaniah dipenuhinya
secara selaras dan seimbang. Selaras dan seimbang dalam arti
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah/hewaniah dipenuhi dengan
pertimbangan-pertimbangan benar dan salah, indah dan tidak indah, baik dan
buruk. Dengan demikian pemenuhan kebutuhan ini dilaksanakan atas dasar
pertimbangan-pertimbangan tersebut sehingga diharapkan orang dapat terpenuhi
kebutuhan jasmaniahnya tanpa meninggalkan pertimbangan-pertimbangan baik atau
buruknya dalam memperoleh sesuatu untuk kepentingan jasmaniah tersebut.
·
Manusia sebagai makhluk individu dan sosial
Sebagai makhluk individu dan sosial manusia hendaknya saling menghargai
dan menghormati, saling memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini individu hendaknya
diperlakukan oleh kelompok sebagaimana dia memperlakukan kelompoknya.
Pendidikan akan memberikan petunjuk/pengarahan agar di dalam hidup manusia
perlu dipenuhi kebutuhan individunya tanpa mengabaikan kebutuhan orang lain.
Sebaliknya kebutuhan kelompok dipenuhi tanpa menelantarkan dirinya sendiri. Di
samping itu di dalam hubungannya dengan orang lain (kelompok) individu adalah punya
hak dan tanggung jawab yang harus diakui oleh kelompoknya demikian juga
kelompok yang punya hak dan tanggung jawab yang harus diakui oleh individu.
Jadi kebutuhan-kebutuhan itu ataupun perlakuan-perlakuan itu terpenuhi secara
selaras dan seimbang baik individu maupun kelompoknya.
• Ditinjau dari monodualisme pribadi berdiri sendiri dan makhluk ciptaan Tuhan
Pendidikan akan menyadarkan kepada manusia bahwa apa-apa yang
direncanakan ataupun yang dicita-citakan tidak sepenuhnya berkat usaha manusia
itu sendiri tetapi Tuhan ikut menentukannya. Dengan demikian maka pendidikan
akan mendorong manusia dalam berusaha untuk mencapai sesuatu yang disertai
dengan permohonan kepada Tuhan. Jadi manusia harus taqwa pada Tuhan.
Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa manusia merupakan suatu
kesatuan dari tujuh unsur/ dimensi yang merupakan kesatuan yang saling terkait
dan bekerja sama dalam mencapai tujuan (hidup). Ketujuh unsur tersebut dapat
dirunut sebagai berikut: Manusia sebagai makhluk yang berdimensi raga dan berdimensi
jiwa. Jiwa terdiri dari tiga hal, yaitu cipta, rasa, dan karsa. Manusia sebagai
makhluk yang berdimensi individu dan berdimensi sosial. Manusia sebagai makhluk
yang berdimensi pribadi dan makhluk Tuhan. Ketujuh dimensi tersebut disebut
sebagai dimensi hakekat manusia.
Kebudayaan (Culture)
Kebudayaan selalu dimiliki oleh setiap masyarakat, hanya saja ada suatu
masyarakat yang lebih baik perkembangan kebudayaannya dari pada masyarakat
lainnya untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakatnya. Pengertian kebudayaan
banyak sekali dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya dikemukakan oleh Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, yang merumuskan bahwa kebudayaan adalah
semua hasil dari karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan, yang diperlukan manusia untuk
menguasa alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk
kepntingan masyarakat.
Atas dasar itulah para ahli mengemukakan adanya unsur kebudayaan yang umumnya
dibagi menjadi 7 unsur, yaitu :
1. Unsur religius;
2. Sistem kemasyarakatan;
3. Sistem peralatan;
4. Sistem mata pencaharian hidup;
5. Sitem bahasa;
6. Sistem pengetahuan;
7. Kesenian.
Berdasarkan unsur diatas, maka
kebudayaan paling sedikit memiliki 3 wujud, antara lain:
·
Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide,
gagasan, norma, peraturan dan sejenisnya. Ini merupakan wujud ideal kebudayaan.
Sifatnya abstrak, lokasinya dalam pikiran masyarakat dimana kebudayaan itu
hidup.
·
Kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat.
·
Kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia.
Menurut JJ. Hogman dalam bukunya “The
World of Man” membagi budaya dalam tiga wujud yaitu: ideas, activities, dan
artifacts. Sedangkan Koencaraningrat, dalam buku “Pengantar Antropologi”
menggolongkan wujud budaya menjadi:
·
Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya
·
Sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat
·
Sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Berdasarkan bentuknya, budaya dapat dibagi menjadi 2 yaitu budaya yang
bersifat abstrak dan budaya yang bersifat konkret atau nyata:
- Budaya
yang bersifat abstrak adalah budaya yang tidak dapat dilihat secara kasat
mata karena bearada dalam pemikiran manusia. Contohnya yaitu ide, gagasan,
cita-cita dan lain sebagainya.
- Budaya
yang bersifat konkret adalah budaya yang berpola dari tindakan atau
peraturan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba,
dilihat, diamati, disimpan atau diphoto. Koencaraningrat menyebutkan sifat
budaya dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas: perilaku,
bahasa dan materi.
Perilaku
Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkah laku dalam
situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus mengikuti
pola-pola perilaku (pattern of behavior) masyarakatnya.
Bahasa
Bahasa adalah
sebuah sistem simbol-simbol yang dibunyikan dengan suara (vokal) dan ditangkap
dengan telinga (auditory). Ada pula yang berpendapat bahwa bahasa adalah
suatu perjanjian tidak tertulis yang telah kita tandatangani dan berlaku seumur
hidup. Dengan bahasa, manusia dapat berkomunikasi satu sama lain sehingga
manusia dapat saling bertukar pikiran sehingga hasil dari pertukaran tersebut
adalah budaya yang semakin kaya dan kebudayaan yang berkembang dan semakin maju
seiring dengan perkembangan zaman.
Materi
Budaya materi adalah hasil dari aktivitas atau perbuatan
manusia. Bentuk materi misalnya pakaian, perumahan, kesenian, alat-alat rumah
tangga, senjata, alat produksi, dan alat transportasi.
Substansi utama budaya adalah sistem
pengetahuan, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan. Tiga
unsur yang terpenting adalah sistem pengetahuan, nilai, dan pandangan hidup.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah
memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan
sebagai
berikut:
Manusia
Sebagai Makhluk Berbudaya adalah Manusia yang diciptakan untuk menjalankan
kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai makhluk Tuhan. Manusia harus menguasai
segala sesuatu yang berhubungan dengan kepemimpinannya di muka bumi disamping
tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki, menciptakan nilai kebaikan,
kebenaran, keadilan dan tanggung jawab agar bermakna bagi kemanusiaan dan
lingkungan sekitarnya.
Selain
mampunyai sebagaimanaa makhluk hidup lainnya, manusia juga mempunyai akal yang
dapat memperhitungkan tindakannya melalui proses belajar yang terus-menerus. Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep
atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok atau seorang
individu.
Kualitas manusia pada
suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut,
begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi.
Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa.
3.2 Saran
Berdasarkan
kesimpulan di atas ada beberapa saran yang dapat diberikan menyangkut dengan
topik Manusia Sebagai Makhluk yang Berbudaya, antara lain:
·
Sebagai
manusia yang diberikan akal dan kemampuan berpikir oleh Tuhan, seharusnya kita
bisa memanfaatkan dan melestarikan budaya-budaya yang ada di negara kita.
·
Sebagai
negara yang paling kaya akan budayanya, kita harus menjaga budaya-budaya yang
sudah ada di Indonesia, jangan sampai di klaim oleh negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Manusia
http://ratrismart.blogspot.com/2010/04/pengertian-manusia.html
http://images.totogarawangi.multiply.multiplycontent.com
http://citradewiriska.blogspot.com/2012/05/manusia-sebagai-makhluk-berbudaya.html